Untuk kamu yang selalu ada di dalam ceritaku...
Kalaupun kamu memang tulang rusukku yang bengkok dan patah—nanti, ada saatnya, aku tak lagi akan membiarkanmu terbaring lebih lama. Meski kamar kita terpisah dan terbatas satu dinding besar diantaranya, jangan dulu kau beranjak dari tempat tidurmu. Memang, aku tak punya kapak ataupun palu untuk meruntuhkan dinding itu. Aku hanya punya sebuah pena di dalam saku bajuku, sebuah buku catatan yang selalu kugenggam sebelum mataku kalap terpejam, dan senyumanmu yang selalu menjadi penghias mimpi burukku.