Rabu, 28 Agustus 2013

Sisi Lain Kehidupan Gue

Jujur terhadap diri sendiri tidak semudah copy-paste tulisan orang. Kalimat ini gue ciptakan dan selalu gue tanamkan ke dalam benak gue. Terlebih jika gue ditanya, "Hal apa sih yang membuat lo—mau aja gitu—mengatasnamakan diri lo sendiri dengan frase mantan playboy?

Untuk sesuatu hal buruk dan menjadikannya menjadi lebih baik, gue akan terus memperjuangkannya. Ini mimpi gue.

“Monalisa dikenal bukan karena bagus, tapi karena Da Vinci amat sangat posesif terhadap karyanya itu: kemana-mana dia bawa. Maka posesiflah terhadap karya-karyamu.” sebuah tweet dari Mbah Jancuk Sujiwo Tejo. Kemudian gue jadi teringat dengan Monalisa versi gue.

Setiap pergi ke acara gathering forum kaskus atau yang lainnya, gue selalu bawa cerita tentang buku gue. Bersyukur disambut positif. Kalau ada teman gue yang main ke rumah atau gue menemui mereka di luar, pasti ngadain talkshow kecil-kecilan. Nggak jauh, tentang buku juga kehidupan gue. “Mul, buku lo udah terbit?” pertanyaan ini pasti ada. Dan yang lebih konyol… “Mul, kapan punya cewek lagi?” hahaha…

Atau bagi yang belum begitu kenal dengan gue, waktu gue sebut “Mantan Playboy” pasti pada kagak percaya. Yaudah~




Mungkin yang dikatakan Mba Aci ada benarnya juga. Ya, gue juga nggak tahu apa gue ini playboy atau bukan. Seperti balasan gue padanya di atas, yang gue tahu—kini gue nggak perlu lah terlalu memikirkan lagi hal-hal yang merugikan diri gue sendiri, apalagi dengan merasa kecewa.


Yap! Karena orang akan lebih sensitif dari cewek yang lagi PMS, ketika sedang membahas soal ‘mantan’. Isn’t true?


Syukurlah kalau bisa menginspirasi banyak orang, dan terima kasih doanya.


Mengheningkan cinta, dimulai… Aamiin.

Jauh sebelum gue menulis ‘catatan mantan playboy’, gue selalu gagal dalam menyelesaikan cerita baik itu fiksi maupun kisah nyata. Mungkin ada beberapa cerita pendek yang berhasil gue tulis hingga akhir, namun setelah sekarang-sekarang ini gue lihat kembali untuk kemudian gue baca ulang, sesaat gue nggak percaya kalau gue lah penulisnya. Tulisan-tulisan itu sangat buruk, atau dengan kata lain—gue menganggap bahwa gue nggak akan pernah bisa menjadi seorang penulis.

Cerpen pertama yang gue buat memiliki judul “Penantian”. Gue bikin cerpen tersebut pada awal tahun 2011, dan ceritanya pun tentang gue yang ngarep bisa balikan sama mantan yang putus pada pertengahan September 2010. Cerpen itu udah dibaca sama mantan gue secara langsung, ketika dia gue undang untuk main ke rumah setelah beberapa bulan kami nggak lagi berpacaran. Pertemuan itu terjadi sekitar Maret sampai Mei 2011, sedikit agak lupa. Haha.


Sejak gue putus dari dia, gue jadi rentan galau, sampai gue pun ngomel-ngomel sendiri saat nonton film 500 Days of Summer. Pikir gue di awal adalah… ini mah bukan film tentang move on, tapi tentang indahnya masa-masa kenalan untuk kemudian pendekatan. Namun ketika di pertengahan film, gue menemukan percakapan antara Tom Hansen (tokoh dalam film itu) dan temannya yang berambut kribo. Temannya berkata, “Cara terbaik untuk melupakan seorang wanita adalah dengan menjadikannya karya sastra—Henry Miller.”

Dan setelah film itu kelar gue tonton, barulah gue menemukan sesuatu hal yang udah cukup lama gue tinggalkan.

Awal gue di kelas 3 SMP—Juli 2007—gue menulis cerita bersambung di buku coret-coretan. Di tahun yang sama dengan cerpen pertama gue, gue berniat lagi ingin membuat sebuah buku yang gue sendiri penulisnya. Sebenarnya gue udah menerbitkan dua buku. Karya gue berupa flash-fiction dan ikut ke dalam antologi bersama penulis-penulis lainnya. Pertama tentang valentine, buku yang kedua berjudul Semanis Katamu.

Buat kalian yang belum tahu, ada banyak komunitas buku di Indonesia tercinta ini. Kalau gue—gue bergabung dengan salah satu forum di forum kaskus, juga bergabung bersama penulis-penulis indie di grup-grup kepenulisan yang ada di FB, dan inilah yang kemudian membawa gue bisa mengenal serta menjalin pertemanan dengan beberapa penulis yang bukunya udah pada terbit. Sedangkan elo, Mul, kapan?

Pertanyaan itu lebih mirip sebuah harapan bagi gue. Saat ini gue masih dalam tahap self-editing lagi, karena gue merasa jika naskah yang udah gue kirimkan ke penerbit, masih perlu banyak perbaikan. Gue baca ulang kembali, dan ternyata… banyak kata yang salah ketik dan alurnya rumit buat dipahami orang yang membacanya. Meski sekuel atau lanjutan dari naskah tersebut beberapa udah gue tulis, namun gue mesti tahu mana yang seharusnya gue lakukan terlebih dahulu.

Satu hal yang selalu membuat gue ragu, yaitu tentang genre naskah buku gue. Mungkin naskah gue ini memiliki genre yang sama, yaitu personal literature, tapi nggak seluruhnya komedi seperti syarat pengajuan naskah di penerbit.

Tanggal 26 Agustus 2013 kemarin, akhirnya gue dapat SMS dari seorang editor. Begini isi SMS-nya:

Hai.. tri. Ini gue (nama disembunyikan).. Coba kasih gue sinopsis naskah lo dong.. Ceritanya tentang apa? Ke email gue: semoga.diterima@ngarep.kode ya.

Demi privasi yang bersangkutan, email di atas hanyalah rekayasa penulis.

Gue terima SMS itu tepat pukul 13:27. Karena gue terlalu sibuk editing Bab 5, mendadak cacing-cacing di perut gue pada scream. “Kasih gue makan, woi!” “Woi! Cepetan! Mau gue obrak-abrik, nih, isi perut lo?!” lalu gue pun pergi ke dapur untuk menuruti tingkah laku mereka. Oke, ini lebay, lebih lebay dari username akun Twitter gue.

Entah apa yang membawa gue, sampai gue tiba-tiba memikirkan sinopsis yang udah gue susun sebelumnya. Untuk personal literature dan mengarah ke pembaca-pembaca di luar sana, kayaknya gue mesti mengubah kata-kata yang cenderung cukup rumit untuk mereka pahami. Usai gue makan, gue kembali menyalakan komputer yang belum lama gue matikan sesaat sebelum di-SMS editor penerbitnya.

Selang tiga menit komputer dinyalakan, gue rombak total dan mengetik lagi dari awal sinopsis tentang naskah buku gue. Setelah menurut gue kata-katanya udah pantas dengan genrenya, gue langsung menjalankan browser yang tertera di desktop komputer. Tapi sayang ketika gue mau log in, ternyata kuota gue dari jam 12 siang sampai jam 12 malam udah abis. Asuuu… ketus gue saat itu. Beruntung masih ada duit di dompet gue, jadi gue isi pulsa internet lagi namun pakai kartu seluler lain.

“Just trust the publishers, and they will get back to you soon.” kata Mba Winna Efendi di buku DRAF 1.

Sinopsis udah gue kirim beserta ulasan tentang cerita yang ada di buku gue. Walau belum dapat email balasan, sejak pertama gue kirimkan hardcopy naskah gue ke penerbit tersebut, gue percaya dan selalu yakin kalau gue nggak salah dalam memilih book publishing. Sampai curhatan ini gue share, saat ini gue baru aja mau lanjut editing dua bab selanjutnya, yaitu Bab 6 dan Bab 7. Sekarang gue juga memakai jasa first readers, yang nggak lain adalah beberapa teman yang gue pilih karena mereka lah yang gue percaya bisa gue ajak bercanda dan serius seputar cara gue berinteraksi di dunia maya.


“Apa tujuan kamu menulis?” Untuk menemukan dunia kedua yang bisa menerima saya apa adanya, juga membuat saya nyaman tanpa ada keterpaksaan di dalamnya. Kadang seorang yang ngerasa tersindir itu sebenarnya cuma ngerasa pernah mengalami kejadian yang nggak sengaja sama. There's a reason why I’m here.


Dan ketika lo merasa kalau lo merupakan satu-satunya orang yang gagal di dunia ini, lihatlah bahwa masih banyak dari mereka yang merasa senasib. Sekian dan terima kekasih.

5 komentar:

  1. Semoga cepet terbit bukunya, mul! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Sukes jugabuat buku lo, Vin! :D Dan mungkin akhir tahun 2013 atau awal tahun 2014, buku gue baru terbit. Caiyo~

      Hapus
  2. Semoga terbit bukunya masgan... :ck

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga awal tahun 2014 bisa terbit ya. :')

      Hapus
  3. Nah, aku baru baca yang ini. :)

    BalasHapus