Malam jatuh tepat di atas kepalaku
Meruntuhkan segala harap
pada hari yang masih baru
Berkunang-kunang mataku
mencari kepulangan
Bagai angin melenggak malu
dari debu dan aspal jalan
Belum waktunya
Belum waktunya aku pulang
Matahari muncul menyilaukan mimpiku
Menyeret pagi hingga ke tepian Bumiayu
Kuhisap sebatang rokok
Kumaknai sendiri apa arti dari kepulangan
Orang-orang menuntut hak para kuli kemudi
Karena mesin bus macet
Lalu kami terdampar di alam yang indah
Namun, entah kenapa mereka jadi kolot
oleh ideologi masing-masing
Sementara aku di antara mereka
Berdiri menenteng derita
Menyangsikan sendiri sifat-sifat manusia
Anak kecil menangis di gendongan ayahnya
Dan ayahnya kebingungan
bagaimana cara membuat ia kembali tertawa
Belum waktunya
Belum waktunya aku pulang
Tapi beberapa hari lalu
seorang perempuan memintaku menulis sajak
Maka kutulis saja sajak ini
Sajak yang pusing
di barisan detik pencarian yang genting
Bersama langit yang kembali membiru
Di depan pabrik pengerukan pasir
Aku merenungi kepulanganku
Bumiayu, 30 Mei 2014