Kepada perempuan berhati baja
Pertemuan pertama
terkesan begitu beda
Tatapan kosong, menggantungkan
pandang di matamu
Aku bertanya pada malam
yang semakin kelam
Pertemuan pertama
di antara kita dan diam
Ingin sekali kurebahkan
kelamku di sisimu
Kelak kau tahu, aku hidup
dari masa lalu
Untuk harapan
yang tak semestinya ada,
Sadarkah engkau
hadirkan harap di dalamnya?
Dan aku harus menghapus
semua duka, sebelum lupa
Biarlah waktu menjawab setiap tanya
Ingat dan kenang saja
Cikini, 23 Maret 2014
!doctype>
Kamis, 27 Maret 2014
Rabu, 26 Maret 2014
Sajak Elek
Kepada ucapan yang samar,
Membacakan asa,
membuat lidahku
tiba-tiba beku
Tanpa R,
tanpa wrasa
Dengan T,
Telek!
Kampung Makasar, Seumur Hidup
Sajak Senja Tawa Makan Tuan
Kepada perempuan berhati baja,
Seorang perempuan bercerita
padaku tentang luka
Luka, begitu katanya
Mendengar judulnya saja,
aku langsung tertawa
Sutardji bilang luka itu Ha Ha
Aku bilang luka itu Ha Ha Ha
Harus apa? Harus siapa?
Harus bagaimana? Ha Ha Ha
Karena aku tertawa, perempuan itu
jadi tidak melanjutkan ceritanya
Lantas aku bertanya,
"Kok diam saja?" tapi ia
tidak menjawab apa-apa
Lalu aku bertanya lagi,
"Lagi sakit gigi, ya?"
Pertanyaanku malah dijawabnya
dengan senyum simpul
"Dasar perempuan!" bisik setan berbibit unggul
Kemudian senja berjatuhan
dari atap langit,
Lalu turun malaikat cebol
bersiap dengan panahnya
segaris dengan pandang perempuan itu
Aku berjaga dalam diam,
berjaga untuk tidak tertusuk
terlalu dalam
Ah!
Sayangnya aku terlalu lemah
hingga teringat pada duka
Dan tawa yang mati dibunuh kata-kata
Cikini - Kampung Makasar, 23-25 Maret 2014
Seorang perempuan bercerita
padaku tentang luka
Luka, begitu katanya
Mendengar judulnya saja,
aku langsung tertawa
Sutardji bilang luka itu Ha Ha
Aku bilang luka itu Ha Ha Ha
Harus apa? Harus siapa?
Harus bagaimana? Ha Ha Ha
Karena aku tertawa, perempuan itu
jadi tidak melanjutkan ceritanya
Lantas aku bertanya,
"Kok diam saja?" tapi ia
tidak menjawab apa-apa
Lalu aku bertanya lagi,
"Lagi sakit gigi, ya?"
Pertanyaanku malah dijawabnya
dengan senyum simpul
"Dasar perempuan!" bisik setan berbibit unggul
Kemudian senja berjatuhan
dari atap langit,
Lalu turun malaikat cebol
bersiap dengan panahnya
segaris dengan pandang perempuan itu
Aku berjaga dalam diam,
berjaga untuk tidak tertusuk
terlalu dalam
Ah!
Sayangnya aku terlalu lemah
hingga teringat pada duka
Dan tawa yang mati dibunuh kata-kata
Cikini - Kampung Makasar, 23-25 Maret 2014
Senin, 24 Maret 2014
ASEAN LITERARY FESTIVAL 2014 dan Kisah Seorang Anak Magang
Aku tidak tahu akan
seperti apa jadinya bila aku tidak menuliskan ini semua. Mungkin hanya akan mengabadi
di dalam ingatan, pun lain hal jika aku mengabadikannya lewat tulisan. Atau
dengan beberapa gambar, semoga zaman tidak membuat kenangan ini menjadi pudar.
Selasa, 18 Maret 2014
Sajak Pikiran
Kepada para pelupa,
Menatap malam,
mendengar anjing-anjing menggonggong
di kejauhan
Pikiran sinting!
Orang-orang sibuk dengan
mimpi mereka masing-masing
Gelap di sekelilingku,
memunculkan permasalahan baru
Baru dikeluarkan dari
pantat para pejabat
Lingkungan, pendidikan, dan perut yang kelaparan
Moral, norma, dan zaman yang semakin edan
Pikiranku mulai kacau!
Kusaksikan sebagian orang berubah
jadi binatang, hanya karena uang!
Dulu uang hanya pengganti barter barang
Tapi kini, bahkan ia dapat menukar wajah,
mengganti warna kulit, dan membeli segala omong kosong
Entah, apakah hanya aku yang kurang kerjaan
atau aku lagi bermimpi,
Mendengar lolongan anjing-anjing
di tengah ketidakpedulian malam
Jakarta, 18 Maret 2014
Menatap malam,
mendengar anjing-anjing menggonggong
di kejauhan
Pikiran sinting!
Orang-orang sibuk dengan
mimpi mereka masing-masing
Gelap di sekelilingku,
memunculkan permasalahan baru
Baru dikeluarkan dari
pantat para pejabat
Lingkungan, pendidikan, dan perut yang kelaparan
Moral, norma, dan zaman yang semakin edan
Pikiranku mulai kacau!
Kusaksikan sebagian orang berubah
jadi binatang, hanya karena uang!
Dulu uang hanya pengganti barter barang
Tapi kini, bahkan ia dapat menukar wajah,
mengganti warna kulit, dan membeli segala omong kosong
Entah, apakah hanya aku yang kurang kerjaan
atau aku lagi bermimpi,
Mendengar lolongan anjing-anjing
di tengah ketidakpedulian malam
Jakarta, 18 Maret 2014
Jumat, 14 Maret 2014
Rintik yang Terkenang
Di bawah langit ini
ada rintik yang tak henti
dari hujan di bulan Februari
Hujan yang datang
tanpa diundang, menyapa mereka
yang sedang duduk terkenang
Di bawah langit ini
rintik itu mulai membasahi,
dingin pada kepala dan isi
Tak peduli dengan benci
yang pernah berderai
kala mereka saling mengucap janji
Hujan di bulan Februari
jadi saksi dua orang kolot
duduk sorot-menyorot,
Bola mata beradu pandang
yang bisu, si lelaki tunduk
dalam seribu tanya
Hujan di bulan Februari
kini hadir kembali,
Mengungkap sebuah tangis, kekasih
dan senyum simpul di wajah
memukul telak si lelaki,
Lagi, dan lagi...
ada rintik yang tak henti
dari hujan di bulan Februari
Hujan yang datang
tanpa diundang, menyapa mereka
yang sedang duduk terkenang
Di bawah langit ini
rintik itu mulai membasahi,
dingin pada kepala dan isi
Tak peduli dengan benci
yang pernah berderai
kala mereka saling mengucap janji
Hujan di bulan Februari
jadi saksi dua orang kolot
duduk sorot-menyorot,
Bola mata beradu pandang
yang bisu, si lelaki tunduk
dalam seribu tanya
Hujan di bulan Februari
kini hadir kembali,
Mengungkap sebuah tangis, kekasih
dan senyum simpul di wajah
memukul telak si lelaki,
Lagi, dan lagi...
Jakarta, 14 Maret 2014
Langganan:
Postingan (Atom)