Ini adalah cerpen saya yang tak berpulang dan tidak ada konfirmasi bilamana cerpen itu tidak lolos seleksi/tidak sesuai dengan syarat mengikuti lomba cerpen Mantan Terindah. Sekarang judulnya sudah saya ganti. Selamat membaca!
==================================================
“Yuda!”
Aku mencari dari mana datangnya suara itu.
Seorang
perempuan berdiri seraya tersenyum kepadaku.
Tiga
tahun sudah segala tentang kami menuai bekas luka. Bekas luka yang tak kasat
mata titik di kehidupanku. Kini perempuan itu datang kembali. Dari dirinya
sangat jelas terdengar memanggil namaku lagi. Penampilannya tidak berubah
meskipun aku dan dia telah berpisah cukup lama. Ya, lama—selama aku berusaha
menyembuhkan hatiku yang terluka karena mencintainya.
“Aku
ingin mengobrol sebentar denganmu, Yud.” Suara perempuan itu membangunkan
lamunanku dan berbagai macam kenangan yang tidur di antara kami.
Kuajak
ia untuk untuk duduk di sudut kanan restoran; dekat dengan kaca jendela.
Beberapa pegawai kuminta membersihkan meja dan kursi, serta membuatkan segelas
jus alpukat dengan campuran susu putih kental manis. Sedikit es, tambahku lagi.
Aku masih hafal semua yang ia suka, tidak terkecuali juga tempat duduk
favoritnya.
Kami
berkenalan sekitar tujuh tahun yang lalu. Sejak dari semester satu di
perkuliahan, aku dan perempuan itu sering menghabiskan sepanjang waktu kami
secara bersama-sama. Bersama, berdua, lalu berpacaran hingga juga seragam
meraih gelar sarjana. Skripsi kami kerjakan dengan giat; ke sana-sini mencari
bahan informasi di lain alamat. Tidak ada beban, tidak ada kegelisahan hati,
yang ada hanyalah kebersamaan yang silih berganti. Juga setelah lulus kuliah,
hubungan kami menjadi begitu berbeda. Perempuan itu bukan lagi pacarku.
Setidaknya kini, dari teman-temanku aku tahu: ia telah bersuamikan orang lain.
Tadinya
aku tidak pernah percaya terhadap perkataan orang lain, termasuk teman-teman
kuliahku yang hobinya bercanda dan membual. Empat setengah tahun aku dan
perempuan itu saling terbuka dalam segala keadaan. Namun, sebentar kemudian
muncul kenyataan yang disertai perselingkuhan. Dan itu terjadi saat langit
kelulusanku dirundung sebuah awan mendung yang bernamakan pengangguran.
Lamaran-lamaranku ditolak oleh perusahaan-perusahaan besar. Setengah tahun
gelar sarjana ekonomiku hanya sekadar hitam di atas putih. Setengah tahun apa
yang kuraih tersebut tidak lebih bagai selembar sertifikat omong kosong.
Tetapi, lelaki menentukan jalan hidupnya sendiri.
Perempuan
itu memperoleh pekerjaan yang cukup layak, juga ia kemudian melanjutkan
pendidikannya ke jenjang S2. Waktu itu aku masih menganggur. Lalu datang kabar
dari teman-temanku, jika perempuan yang kusayangi itu telah berselingkuh. Lagi-lagi
aku tak percaya, sampai akhirnya aku menyaksikan sendiri kejadian itu dengan dua
mata di kepalaku. Perempuan itu memutuskan hubungan kami di saat aku sedang berada
di bawah dan tiada penjelasan kenapa ia berselingkuh.
Jus
alpukat yang kupesan telah ia minum seperempat gelas. “Bagaimana kabarmu?”
tanyaku pada perempuan itu.
“Aku
sudah lama mencarimu. Kabarku lagi kurang baik. Sebentar lagi aku akan bercerai
dengan suamiku. Ia yang dulu kukira paling romantis, sekarang tidak lebih dari
sebentuk wujud iblis. Perlakuannya kasar. Kalau itu aku masih bisa tahan. Tapi
untuk tidur dengan wanita lain, jelas ini aku tidak terima! Eh, sekarang kau
sudah jauh lebih baik ya?”
Aku
bukan tipe orang yang pendendam. Namun aku percaya, di dunia ini juga terdapat
yang namanya karma. Karma, bahkan setiap orang pernah terjebak di dalamnya.
“Aku
ikut sedih mendengarnya. Iya, aku sudah jauh lebih baik dari tiga tahun yang
lalu. Memang Tuhan Maha Penyayang. Dia kirim seorang kepadaku untuk mengajak
bekerja sama mendirikan sebuah restoran. Dengan ilmu yang kupelajari di
perkuliahan, ya beginilah yang kau lihat. Restoran kami jadi punya banyak
cabang, dan aku bersyukur karena bisa bangkit dari keterpurukan.” ujarku pada
perempuan itu.
“Aku
rindu kamu, Yud! Aku ingin kita seperti dulu lagi.” sambarnya dengan segera.
Aku
juga merindukanmu, tapi ini tak akan mungkin terulang kembali. “Sebetulnya aku
pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Kau kan tahu bagaimana
teman-temanku? Setiap hubungan itu kandas, mereka terus menjodohkanku lagi
dengan wanita lainnya. Maafkan aku, Dinda, aku tak dapat kembali lagi kepadamu.”
kataku tanpa berniat menyakiti ucapannya.
“Sayang.
Kamu sudah makan siang?” Seorang perempuan langsung duduk tepat di sampingku.
“Kenalkan,
Din, wanita ini yang telah jadi tunanganku.”
-tamat.
terharu banget baca ceritanya,berarti karma itu beneran ada ya :)
BalasHapus