Kejujuran Memaknai Kehidupan
Tri Mulyono
“Barangsiapa
menyebar angin, dia akan berpanen badai.”
–Arok
Dedes, Pramoedya Ananta Toer
Kemarin
malam teman gue bercerita tentang temannya yang ingin merasakan seperti apa rasanya
berada di dalam kuburan. Temannya tersebut memiliki seorang kakak, dan kakaknya
adalah seorang tukang gali kubur. Sebagai pemuda yang ingin tahu apa saja, dia
meminta kakak beserta satu orang temannya untuk membantu mewujudkan
keinginannya tersebut. Sampai akhirnya hari itu pun tiba, ia telah
mempersiapkan segalanya, termasuk kain kafan, beberapa potong papan kayu,
lubang kubur, dan akal yang masih penasaran.
“Lo
yakin bakal ngelakuin hal ini? Kalau kenapa-napa, gimana?” tanya kakaknya
diselimuti rasa cemas.
“Gue
cuma pengen ngerasain doang!”
Pemuda
itu memaksa temannya untuk segera membungkus ia dengan kain kafan. Setelah
tubuhnya terbungkus, pemuda itu dimasukkan ke liang lahat. Dengan sangat
hati-hati, kakak beserta temannya membaringkan pocongan tersebut sesuai acara
pemakaman. Papan kayu juga ditutup rapat-rapat.
Papan
kayu telah tertutup rapat. Beberapa batu jatuh tepat ke atas papan saat teman
pemuda itu dan kakaknya naik lagi ke tempat semula.
“TOLONG!
TOLONG!” teriak pemuda itu, tapi tiada satu pun yang mendengarnya. Telinga dan
hidungnya mengeluarkan darah, lalu ia pun pingsan seketika.
Sebelum
dilaksanakannya penguburan, mereka bertiga telah sepakat bahwasanya hanya
semenit melakukan kepura-puraan itu.
Semenit
berlalu, kakak dan temannya terkejut mendapati keadaan pemuda yang telah
dibungkus kain kafan, wajahnya berlumuran darah, juga tak sadarkan diri hingga
ia langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.
Ruang
UGD tampak kacau, dan pemuda itu akhirnya tersadar setelah satu jam ia hampir
menghadapi maut akibat keingintahuannya. Kakak, teman, dokter juga suster yang
menangani di ruang UGD tercengang setelah mayat hidup itu membuka mata untuk
pertama kalinya.
Pemuda
itu langsung bercerita tentang kejadian di liang lahat tadi. “Setelah papan
ditutup, gue denger batu-batu kecil jatuh di atas gue,”
“Tapi
bukan batu-batu kecil yang gue denger, suaranya lebih kenceng dari suara petir
yang pernah gue denger selama gue hidup.” lanjutnya.
Tak
ada respon dari mereka yg ada di ruang UGD.
“Kuping
gue sakit banget! Gue ngerasa kuping dan hidung gue keluar darah," kata
pemuda itu. Masih tak ada tanggapan dari orang-orang yang menatap aneh dirinya.
“Gue
udah teriak minta tolong, tapi kenapa kalian nggak buru-buru angkat gue dari dalam
kuburan?!" rajuknya kemudian.
Kakaknya
pun mendekat. “Kalau gue dan temen lo denger, kami juga langsung ngangkat lo,
lagian juga udah sepakat cuma satu menit.” ujar kakaknya sambil tersenyum.
TAMAT
Dan
teman gue bercerita kalau temannya itu memang orang yang jujur di kerjaan, maka
orang-orang senang bergaul dengan dia. Dan sebenar-benarnya kenyataan adalah kuasa
Tuhan.
Jakarta, 13 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar