Jumat, 13 Desember 2013

Kejujuran Memaknai Kehidupan


Kejujuran Memaknai Kehidupan
Tri Mulyono

“Barangsiapa menyebar angin, dia akan berpanen badai.”
–Arok Dedes, Pramoedya Ananta Toer

Kemarin malam teman gue bercerita tentang temannya yang ingin merasakan seperti apa rasanya berada di dalam kuburan. Temannya tersebut memiliki seorang kakak, dan kakaknya adalah seorang tukang gali kubur. Sebagai pemuda yang ingin tahu apa saja, dia meminta kakak beserta satu orang temannya untuk membantu mewujudkan keinginannya tersebut. Sampai akhirnya hari itu pun tiba, ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk kain kafan, beberapa potong papan kayu, lubang kubur, dan akal yang masih penasaran.
“Lo yakin bakal ngelakuin hal ini? Kalau kenapa-napa, gimana?” tanya kakaknya diselimuti rasa cemas.
“Gue cuma pengen ngerasain doang!”
Pemuda itu memaksa temannya untuk segera membungkus ia dengan kain kafan. Setelah tubuhnya terbungkus, pemuda itu dimasukkan ke liang lahat. Dengan sangat hati-hati, kakak beserta temannya membaringkan pocongan tersebut sesuai acara pemakaman. Papan kayu juga ditutup rapat-rapat.
Papan kayu telah tertutup rapat. Beberapa batu jatuh tepat ke atas papan saat teman pemuda itu dan kakaknya naik lagi ke tempat semula.
“TOLONG! TOLONG!” teriak pemuda itu, tapi tiada satu pun yang mendengarnya. Telinga dan hidungnya mengeluarkan darah, lalu ia pun pingsan seketika.
Sebelum dilaksanakannya penguburan, mereka bertiga telah sepakat bahwasanya hanya semenit melakukan kepura-puraan itu.
Semenit berlalu, kakak dan temannya terkejut mendapati keadaan pemuda yang telah dibungkus kain kafan, wajahnya berlumuran darah, juga tak sadarkan diri hingga ia langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.
Ruang UGD tampak kacau, dan pemuda itu akhirnya tersadar setelah satu jam ia hampir menghadapi maut akibat keingintahuannya. Kakak, teman, dokter juga suster yang menangani di ruang UGD tercengang setelah mayat hidup itu membuka mata untuk pertama kalinya.
Pemuda itu langsung bercerita tentang kejadian di liang lahat tadi. “Setelah papan ditutup, gue denger batu-batu kecil jatuh di atas gue,”
“Tapi bukan batu-batu kecil yang gue denger, suaranya lebih kenceng dari suara petir yang pernah gue denger selama gue hidup.” lanjutnya.
Tak ada respon dari mereka yg ada di ruang UGD.
“Kuping gue sakit banget! Gue ngerasa kuping dan hidung gue keluar darah," kata pemuda itu. Masih tak ada tanggapan dari orang-orang yang menatap aneh dirinya.
“Gue udah teriak minta tolong, tapi kenapa kalian nggak buru-buru angkat gue dari dalam kuburan?!" rajuknya kemudian.
Kakaknya pun mendekat. “Kalau gue dan temen lo denger, kami juga langsung ngangkat lo, lagian juga udah sepakat cuma satu menit.” ujar kakaknya sambil tersenyum.
TAMAT


Dan teman gue bercerita kalau temannya itu memang orang yang jujur di kerjaan, maka orang-orang senang bergaul dengan dia. Dan sebenar-benarnya kenyataan adalah kuasa Tuhan.

Jakarta, 13 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar