Senin, 24 Maret 2014

ASEAN LITERARY FESTIVAL 2014 dan Kisah Seorang Anak Magang


Aku tidak tahu akan seperti apa jadinya bila aku tidak menuliskan ini semua. Mungkin hanya akan mengabadi di dalam ingatan, pun lain hal jika aku mengabadikannya lewat tulisan. Atau dengan beberapa gambar, semoga zaman tidak membuat kenangan ini menjadi pudar.

ASEAN LITERARY FESTIVAL, 21-23 Maret 2014.

Sejak sebelum acara itu diadakan, aku sudah berniat untuk datang. Hari pertama, saat aku sudah bersiap menuju ke tempat diadakannya acara tersebut, hujan memaksa aku menunda harapanku. Harapanku tidak banyak; aku hanya ingin bertemu dengan orang-orang hebat. Alhamdulillah, harapanku itu bisa diwujudkan pada hari kedua dan hari ketiga.

Aku bertemu dengan para penyair, para penulis, para pembaca, para penerbit, para editor, dan pe- yang lainnya. Para pujangga juga ada, tapi sayang beberapa menganggapnya hanya sekumpulan orang lebay. Kau tahu apa itu lebay? Menurut gosip yang kudengar dari anak gaul, lebay berarti berlebihan. Kata ini sudah kudengar sedari masih mengenakan seragam putih-biru, masa-masa di mana aku dianggap lebay oleh beberapa teman di sekolahku. Mulailah aku memasukkan kata itu ke dalam kamus hidupku. Beruntung sekarang aku tidak lagi dianggap begitu, terutama oleh tetangga-tetangga di rumah. Mereka malah menamaiku pujangga: pujangga cadel. Ya sudahlah, aku terima saja nama yang indah itu. Lagi pula mereka sudah terlanjur bilang ke ibuku. Begini kata mereka: “Mak! Lihat tuh anakmu! Sekarang jadi pujangga dia! Pujangga yang nggak bisa ngomong R!” Dan setiap mereka bilang begitu, aku selalu mampu tertawa sejadi-jadinya. Pujangga yang nggak bisa ngomong huruf R!

Maaf agak curhat, memang begitulah adanya.


Pada hari kedua datang ke ASEAN LITERARY FESTIVAL 2014, aku langsung diminta menjadi anak magang oleh penerbit indie dari Yogyakarta. Selain menjadi salah satu penulis di penerbit itu, aku terima tawaran menjadi seorang anak magang, menjual buku-buku, dan promosi buku bikinan sendiri. Kau tahu, hal ini ternyata bisa membuat aku mabuk! Tidak! Aku tidak mabuk karena bir! Aku dimabukkan oleh senyum pengunjung, tatapan mata mereka, dan tawa ketika aku menyebutkan judul bukuku.

“Memang judulnya apa, Mas?” tanya beberapa dari mereka, mereka yang menyimak dengan sangat baik.
“Catatan Mantan Playboy, Mbak.” jawabku dengan senyum simpul.
“Hahaha…”

Betapa aku tidak bisa tidak bahagia. Hanya dengan mengatakan judul bukuku, senyumku langsung dibalas dengan tawa oleh mereka. Dalam hal ini aku mendapat beberapa pelajaran dari Mas Bagustian, teman yang nyata, yang tadinya hanya kukenal lewat Twitter. Aku turut berduka cinta untuk HP-mu yang dicuri orang, Mas!

Selama dua hari terakhir mengikuti acara itu, aku tidak hanya bisa melihat, bahkan bisa sedikit berbincang dengan orang-orang yang menurutku—mereka hebat. Aku tak perlu menyebutkan nama-nama mereka di sini. Takut nanti ada yang merasa sakit hati karena tidak dicantumkan. Biarlah gambar di atas yang menjelaskan.

Meski pada saat mengikuti acara itu aku lebih banyak diam, paling tidak aku tidak lagi merasa asing di dalam keramaian, dan tidak lagi disibukkan oleh berbagai lamunan. Ya! Lamunan yang aku ciptakan seorang diri! Di antara orang-orang hebat yang kutemui kemarin, aku berjumpa dengan teman-teman lamaku. Semacam reuni, tapi tidak semua temanku juga kenal dengan temanku yang lainnya. Reuni terpisah! Semoga aku dan kalian bisa bertemu lagi di lain kesempatan.


Aku mengikuti dan menyaksikan beberapa kegiatan, diantaranya yaitu: pembacaan puisi, musikalisasi puisi, hujan puisi, menerbangkan puisi. Puisi, puisi, puisi, bukan essai, apalagi puisi essai.

Sebelum aku mengakhiri catatanku yang berantakan ini, izinkan aku mengucap terima kasih.

Untuk siapa pun yang menghadiri ASEAN LITERARY FESTIVAL 2014, terima kasih untuk tidak berlaku sombong kepada seorang yang baru pertama kali bertemu muka.


Kampung Makasar, 24 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar